Juli 13, 2018

Cerita Dari Hutan Savana Baluran


Ketika hutan Indonesia dapat bercerita, aku ingin mendengarkan tentang keluh kesah dan keriuhan penghuni hutan yang hidup berdampingan mengikuti hukum alam. Sayang mereka tidak melakukan itu. Apa yang dapat ku dengar dan rasakan, hanya ketika aku pergi menyusuri hutan. Melihat pepohonan seolah menyapaku. Kemudian suara air mengalir dari hulu gemericik menghiburku dengan riaknya. Pun hewan-hewan yang bernyanyi memamerkan suara mereka. Ada yang nyaring, ada pula yang malu-malu mendesis. Entah ini sinyal pesan yang positif. Atau aku saja yang teramat sok menerka-nerka pesan tersebut.

Kali ini aku ingin membagikan ceritaku ketika berkunjung ke Taman Nasional Baluran, sebuah area preservasi yang memiliki pesona hutan savana dengan bermacam habitat flora dan fauna yang digadang sebagai lanskap Afrika dari Tanah Jawa.


Taman Nasional Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Memiliki area seluas 25.000 hektar. Sesuai peruntukannya yang dibagi menjadi beberapa zonasi diantaranya zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, zona pemanfaatan khusus, dan zona rehabilitasi. Untuk memasuki kawasan ini, pengunjung lokal cukup membayar tiket masuk sebesar Rp15.000 saat hari biasa, sedangkan hari libur menjadi Rp17.500. Pihak pengelola taman nasional ini tidak menyediakan akses angkutan umum untuk wisatawan dari pintu masuk Batangan yang jaraknya cukup jauh untuk sampai ke area savana ataupun pantai.


Ekspresi awal ketika memasuki wilayah konservasi ini, saya langsung membatin terkait infrastruktur jalan yang rusak. Mini bus yang saya tumpangi melewati area hutan  sepanjang 12 kilometer. Area pertama yang kami lewati ini merupakan hutan tropis yang menghijau sepanjang tahun atau disebut evergreen forest. Pepohonan tumbuh meninggi dan berdaun lebat. Cahaya matahari sedikit saja membayangi jalanan di bawahnya. Mereka meneduhkan jalanan hingga ratusan meter. Diantara pohon-pohon itu ada pohon manting, asam, gebang palem, widoro bukol dan bermacam flora lainnya tumbuh subur di area ini.

Sesekali suara unggas terdengar seolah menyapa kedatangan manusia-manusia pemburu keindahan. Di balik semak dedaunan tampak sesuatu yang bergerak. Entah ayam hutan, burung merak atau jenis unggas lainnya yang menempatinya. Secara misterius mereka beraktivitas di area hutan Baluran. Unggas memang hidup penuh privasi. Mereka membangun rumah sarang tinggalnya di tempat yang sepi atau jarang dijamah manusia juga hewan predator lainnya agar eksistensi mereka tetap ada.

Setelah satu jam lamanya, saya tiba di area savana. Di tepi jalan, kera ekor panjang mulai menampakkan diri. Rupanya mereka mendiami wilayah di dekat savana. Primata ini tergolong hewan yang mampu berdampingan dengan manusia. Tidak jarang kera-kera tersebut mencari makanan dari para wisatawan yang berhenti di lokasi ini. Ada yang merampas makanan dari pengunjung. Begitupun pengunjung tak sedikit yang memberi makanan. Lantas apakah kemampuan mencari makan mereka berubah. Tadinya yang mencari makanan di hutan, namun sekarang suka dengan kehadiran wisatawan yang datang. Entah, aku hanya berpraduga.


Area ini terdiri dari penginapan, menara pandang, kantor polisi hutan, area konservasi dan breeding. Biasanya pengunjung berhenti di lokasi ini sebelum menuju ke pantai. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah melihat matahari terbit dari menara pandang sembari menikmati lanskap Baluran dari ketinggian, selain itu mengunjungi area pembiakan semi alami banteng jawa yang populasinya kian terancam. Aku pun tidak menghilangkan kesempatan itu. Melihat banteng jawa yang diisolasi di dalam kandang. Banteng inilah yang akan melahirkan spesies baru agar keberadaan mereka semakin bertambah. Semoga!


Aku mengamati savana Bekol. Terdapat pajangan tengkorak entah banteng atau kerbau liar di sisi sudutnya. Hamparan seluas 300 hektar ini ditumbuhi rerumputan. Beberapa pohon tumbuh menjarang seperti pohon acacia nilotica, pilang, dan widoro bukol. Savana ini dihuni bermacam mamalia seperti banteng jawa, kerbau liar, rusa, kijang, ajag, babi hutan, macan tutul, dan sebagainya. Tempat ini juga sebagai sumber makanan hewan herbivora pada saat musim kemarau tiba.


Di ujung savana, Gunung Baluran menyatu dengan lanskap Bekol sangat mengagumkan. Gunung setinggi 1.247 mdpl yang berstatus tidak aktif ini memiliki kaldera yang tampak pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian lerengnya, jurang yang membelah punggungan gunung seperti cerukan. Terdapat Lembah Kacip yang berada diantara celah Gunung Baluran. Lokasi ini merupakan hutan musiman di mana terdapat habitat burung langka seperti elang jawa, rangkong dan cekakak batu.



Sekawanan rusa berlari dari arah pepohonan menuju ke padang savana. Tidak mau kalah dengan kerbau liar yang sudah memasuki area itu sedang menyantap rumput. Saat kendaaran yang saya tumpangi lewat hendak menuju ke Pantai Bama, kerbau-kerbau itu lari ke arah tengah savana. Seolah terancam akan kehadiran mesin besi yang berjalan di sekeliling mereka. Kerbau liar itu sepertinya sehabis berkubang. Terlihat bekas tanah menempel pada bagian kulitnya yang menghitam pekat. Melihat hewan-hewan tersebut beraktivitas secara alami di area itu merupakan momen yang sangat berkesan.


Tidak jauh dari savana, Pantai Bama dapat ditempuh sejauh 3 kilometer. Pantai ini berpasir putih dengan ombak cukup tenang. Lagi-lagi saya menemui kera ekor panjang berkeliaran. Saling berkejaran bahkan berlawanan mempertahankan daerah kekuasaannya. Wisatawan yang sedang makan di warung pun tak jarang yang diambil makanannya. Begitulah primata ini mencoba berinteraksi kepada para pengunjung.


Aktivitas yang dapat dilakukan di sekitaran Pantai Bama diantaranya bird watching di area hutan, mengelilingi hutan bakau yang terdapat di sepanjang bibir pantai, ataupun melihat pesona bawah laut yang ditumbuhi coral dan bermacam ikan hias. Spesies burung yang sering ditemui seperti pelatuk ayam, raja udang biru, cangak laut, bangau tong-tong, dan lainnya. Sayangnya, ketika saya kesana tidak menemukan aktivitas burung-burung tersebut. Waktu kunjungan yang kurang tepat pada saat menjelang siang hari. Kawanan burung sepertinya sedang berkeliaran mencari makan.


Pentingnya area konservasi diharapkan mampu dijadikan sebagai ekosistem alami yang bebas dari deforestasi. Dari Taman Nasional Baluran, saya melihat gambaran tentang pesona hutan Indonesia. Dari hutan hijau tropis, hutan pantai, hutan payau, padang savana, hutan mangrove, hutan musiman dapat ditemui di lokasi ini. Keanekaragaman hayati yang kaya. Ekosistem yang masih asli. Area ini pula bermanfaat untuk melestarikan populasi banteng jawa yang statusnya kian terancam punah melalui upaya pembiakan semi alami. Selain itu, menjadi sumber penelitian flora dan fauna yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan.


Saya kemudian tersadar, biarlah kawasan konservasi ini tidak memiliki akses jalan yang mulus agar habitat yang ada selalu lestari. Biarlah kawasan ini tetap seperti apa adanya sebagaimana alam mempunyai mata rantainya sendiri. Sebab ketika jalanan yang ada disana mulus, tidak menutup kemungkinan pengemudi akan melajukan kendaraannya dengan kecepatan maksimal. Hal itu tentu dapat mengganggu ekosistem fauna yang ada disana. Saya berharap semoga hutan Baluran tetap terjaga hingga anak cucu kelak masih dapat melihat pesonanya yang indah dipandang mata.




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Instagram