Mei 29, 2018

Berlayar 14 Jam Naik KMP Sembilang


KMP Sembilang
Berlayar di atas KMP Sembilang menjadi rekor dengan waktu terlama yang pernah saya rasakan selama menggunakan jasa ASDP. Perjalanan ini menyimpan cerita menarik yang saya dapatkan selama berada di atas kapal. Perjalanan yang sekaligus membuat saya semakin cinta dengan Indonesia. Karena saya jadi tahu lebih jauh tentang lautan Indonesia dari wilayah perairan Kepulauan Riau. Betapa kayanya potensi kemaritiman itu. Saya berada di area 2/3 Nusantara. Wilayah yang sangat luas dan kaya.
Sore yang cerah, saya bersama teman-teman Ekspedisi Nusantara Jaya Pemuda sudah berada di Pelabuhan Telaga Punggur. Para penumpang memenuhi area dermaga tepat di depan titik masuk ke kapal. Sekitar pukul empat lewat, penumpang mulai masuk ke dalam kapal. Aktivitas yang tampak saat itu tidak hanya hilir mudik penumpang pejalan kaki tetapi juga penumpang dengan kendaraan pribadi dan beberapa truk pengangkut logistik. 

Pelabuhan ini menggambarkan betapa bergunanya fasilitas dan infrastruktur laut untuk kepentingan masyarakat kecil. Mobilitas untuk melintasi antar pulau. Untuk menyambung jarak dan mengejar ketertinggalan pembangunan. Upaya memeratakan sektor ekonomi sehingga dapat memicu kemajuan daerah. Saya menganggap moda transportasi laut tidak kalah prioritasnya dibandingkan moda yang lain, terlebih cita-cita Presiden Jokowi hendak menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Maka sudah waktunya kita kembali berjaya di lautan dengan membangun kekuatan dan memperbaiki kekurangan yang ada di sektor kemaritiman.

Saat berlabuh di Pelabuhan Telaga Punggur 
Saat memasuki lambung kapal, kami langsung naik ke lantai dua kapal. Ruang penumpang yang saling tersambung. Ada kelas VIP, kelas ekonomi, ruang dengan fasilitas tempat tidur, fasilitas toilet dan musholla. Kemudian menuju ke lantai tiga, area terbuka yang cukup lapang (geladak atas). Berbatasan dengan sisi belakang ruang operasi kemudi. Pada titik ini, sedikit areanya tertutupi atap seng. Dibatasi jejeran tong berisi tanaman. Terdapat cerobong asap di sisi sudut kanan dan kiri. Tiang bendera di sisi tengahnya. Lantai besi bercat kehijauan. Pada sisi luar pagar besi, beberapa tabung yang menurut saya berisi pelampung. Disitu terdapat tulisan KMP Sembilang bercat hitam.

Kapal Ferry yang kami naiki berjenis kapal RORO (Roll On Roll Off). Kapalnya berwarna putih dengan sedikit corak biru dan oranye. Kapal perintis ini berukuran sedang. Dimensi panjangnya 45,5 meter, lebar 12 meter dan tinggi 3,2 meter. Memiliki berat kotor 560 GT dengan tiga geladak yaitu dasar, antara dan atas. Kecepatan kapal ini mencapai 12 knot.

Tidak lama, tanda sinyal keberangkatan berbunyi. Pintu rampa kapal sudah tertutup rapat. Kapal mulai berlayar meninggalkan dermaga. Kapal berlayar cukup pelan. Semakin lama semakin menjauhi Pulau Batam. Saya melihat galangan kapal dengan alat bongkar muat pada sisi kanan. Gundukan tanah berwarna kemerahan bekas dikeruk. 

Kapal melintasi perairan Kepri. Banyak pulau-pulau kecil dengan vegetasi yang merapat di atasnya. Tumbuhan tropis berwarna hijau. Hal yang tidak bosan untuk disaksikan. Kami sangat menikmati pelayaran di geladak atas. Saling bercengkerama satu sama lain. Bersama kawan-kawan baru dari berbagai penjuru daerah. 

Keseruan bareng kawan-kawan ENJ Pemuda Rute Kepri
Gelombang lautan cukup bersabahat. Laju kapal terasa tenang. Pemandangan senja lantas menjadi tontonan. Saat matahari hendak kembali ke ufuk barat. Garis cakrawala sedikit merona dengan awan tipis abu-abu di atasnya. Sangat indah sekali suasana kala itu. Kami semua menyaksikan fenomena alam itu dengan berdiri merapat ke pinggiran pembatas geladak saking terpesonanya dengan aura jingga di tengah lautan.

Hari mulai gelap, kami beribadah sholat maghrib berjamaah. Selepas itu, kami melakukan rapat untuk membahas kegiatan yang akan kami lakukan di lokasi tujuan ekspedisi masing-masing. Deru angin malam mulai terasa sepoi-sepoi. Malam pun semakin larut, sekitar pukul sebelas, kapal bergoyang terasa kuat sekali saat menghempas ombak. Ditambah kencangnya angin yang menerpa tanpa adanya pembatas ruang di geladak atas. Rupanya kami sudah memasuki Selat Cempa. Beberapa kawan terkena mabuk laut. Ada yang pusing, mual, lalu muntah. Angin malam memang kurang sehat untuk badan, apalagi kami berada di lautan lepas. Akhirnya saya turun menuju ruang penumpang untuk menetralisir tubuh dari terpaan angin malam. Beristirahat di kursi penumpang yang menurut saya agak kurang nyaman untuk pelayaran berjam-jam. Kursi plastiknya terasa kaku di badan saat digunakan untuk tidur.

Esok paginya, selepas subuh kami semua berkumpul kembali di lantai atas. Menikmati udara pagi yang dingin. Mentari timur menyembul di balik pulau kecil yang menggunduk seperti bukit. Gumpalan awan tipis memenuhi bagian atasnya. Rona jingganya saja yang menyapa. 

Indahnya pemandangan sore (kiri atas) dan pagi di atas KMP Sembilang
Banyak jua penumpang lain yang melihat pemandangan dari atas geladak utama. Kami berbincang dengan mereka. Menanyakan tentang pulau terpencil yang akan kami tuju di Singkep. Seorang bapak menunjuk ke arah Pulau Lingga di mana Gunung Daik berada. Beliau pun menceritakan banyak hal kepada kami. 

Kapal melewati banyak pulau-pulau kecil. Beberapa tambak ikan mengapung di lautan lepas. Sebentar lagi kapal akan berlabuh. Tepat pada pukul tujuh lebih, kami tiba di Pelabuhan Jagoh. Berada di kapal berjam-jam berakhir sudah. Selamat datang di Dabo Singkep.

Tiba di Pelabuhan Jagoh, Dabo, Singkep
Perjalanan Balik Dari Jagoh ke Punggur

Sekembalinya saya dan kawan-kawan dari Singkep. Kami kembali menaiki KMP Sembilang menuju Batam. Keberangkatan dari Pelabuhan Jagoh tepat pada malam hari setelah waktu isya. Kami langsung menuju ke kursi penumpang untuk menaruh barang-barang. Kemudian mencari lapak untuk tidur. Sebagian kawan ada yang menggelar tikar di dekat kursi. Banyak pula penumpang lain yang memenuhi ruangan dengan menggelar alas agar dapat tidur selonjoran. Tidur di lantai memang lebih nyaman dibanding tidur di kursi penumpang. Maklum kami hanya penikmat ruang kelas ekonomi.

Perjalanan pulang menuju ke Batam
Kesempatan pulang ini tidak saya sia-siakan. Esok paginya, saya dan Ical meminta izin ke kapten kapal untuk dapat memasuki anjungan. Disana kami melihat kru kapal menjalankan operasional pelayaran. Ruangan anjungan berisi kemudi, alat navigasi dan alat pendukung utama yang sangat penting fungsinya untuk membawa penumpang merasakan keamanan dan kenyamanan di atas kapal hingga tiba ke tujuan. Kemudian kami diceritakan tentang KMP Sembilang, bagaimana agar menghindari gelombang ombak yang kencang, dan bagaimana pengalaman bekerja di sektor maritim.

Sharing dengan Kapten dan Kru Kapal
Saya pun merasa antusias berada di dalam anjungan ini. Melihat mereka bekerja mengoperasikan kapal. Mengarungi lautan lepas mengantarkan penumpang. Menyebrangi selat. Mengantarkan barang logistik. Menumbuhkan potensi ekonomi daerah. Menjadi sarana utama transportasi rakyat kecil berpindah antar pulau. Sangat berjasa sekali bagi banyak orang.

Anjungan kapal
Saya melihat Indonesia lebih jauh. Disini saya mulai paham bahwa Indonesia memang benar negara kepulauan dengan begitu luasnya area maritimnya. Biasanya saya hanya melihat jalan-jalan raya. Bangunan beton menjulang. Hampir tidak pernah berinteraksi dengan lautan, seolah membelakangi. Sekarang yang ada di depan mata, hanya hamparan lautan membiru begitu luas. Berapa nilai kekayaan lautan ini.

Saya kemudian teringat memori tempo dulu, betapa senangnya melewati Selat Sunda ketika hendak mudik ke Pulau Jawa. Dua jam saja waktu yang dibutuhkan untuk menyebrang dari Bakaheuni ke Merak. We Serve Indonesia adalah tulisan yang biasa tertulis di lambung dinding luar kapal yang lalu lalang.  ASDP IndonesiaFerry sejak lama melayani penyebrangan lalu lintas sungai danau dan perairan di penjuru Indonesia. Sesuai dengan motto We Bridge The Nation, Bangga Menyatukan Nusantara, menembus batas lautan untuk sampai ke seberang. Semoga ASDP tetap menjadi garda terdepan yang melayani rakyat Indonesia khususnya mereka yang berada di pulau-pulau terpencil.

Sekitar pukul 08.13 WIB, kapal merapat ke dermaga Telaga Punggur. Entah mengapa perjalanan pulang selalu lebih cepat ketimbang saat berangkat. Entah memang seperti itu atau hanya sugesti. Tetapi benar, kapal hanya berlayar 12 jam saja. Berbeda dua jam dibandingkan saat berangkat. 

Tujuan adalah akhir perjalanan belasan jam dengan momen yang sungguh berkesan. Asyiknya naik Ferry saya jadi tahu lebih jauh wilayah Nusantara dari sisi kelautannya. Selain itu, banyak hal seru yang bisa dilakukan seperti mengitari ruangan kapal, berinteraksi dengan orang-orang. Melihat matahari terbit dan terbenam. Beberapa teman berkaraoke di ruangan penumpang. Menyantap mie instan dan teh hangat di saat lapar. Melihat pemandangan dari geladak atas dan sebagainya. Memori ini menjadi kenangan yang akan saya kenang dalam catatan juga ingatan. Sampai jumpa lagi naik Kapal Ferry di rute asyik lainnya.

Momen asyik di atas kapal
Lintasan Penyebrangan:
Telaga Punggur – Dabo (Hari Selasa dan Jum’at pukul 17.00 WIB)
Dabo – Telaga Punggur (Hari Senin dan Kamis pukul 20.00 WIB)
Waktu Tempuh Perjalanan 14 jam dengan jarak 118 km

Biaya penumpang pejalan kaki:
Dewasa Rp69.500
Anak-anak Rp58.500 

Sekedar informasi bagi kalian yang akan mudik atau liburan antar pulau, hendak menuju ke pulau-pulau di penjuru Nusantara, bisa banget menggunakan jasa penyebrangan Kapal Ferry ASDP di sekian lintasan kapalnya. Kalian dapat mengecek rute dan harga tiket, bahkan memesan tiketnya secara online di link berikut www.indonesiaferry.co.id  .
Yuk naik Kapal Ferry!

Berikut video pelayaran selama di atas kapal.



Share:

2 komentar:

  1. Sungguh pengalaman berharga ya mas. Aku naik ferry trakir kali ya pas le Bali tok

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba , aku jadi ketagihan naik ferry lama-lama. hehehe

      Hapus

Instagram