April 19, 2017

Arti Kisah Legenda Baturraden dan Fenomena Pelangi di Curug Jenggala


“Hampir semua orang Jawa Tengah pasti tahu dan pernah mendengar apa itu Baturraden. Namun apakah semua orang itu tahu akan keindahan alam, budaya, dan jejak sejarah yang potensial di tanah ini, lebih tepatnya di bawah kaki Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah.

Menelisik ke belakang, legenda Baturraden versi Kadipaten Kutaliman, memang memiliki kisah yang menarik untuk dirunut secara makna.

Alkisah, bernama Suta, seorang pemuda yang mengabdi sebagai pembantu di Kadipaten Kutaliman. Setiap harinya bertugas merawat dan membersihkan kuda milik Adipati, sebagai hewan kebanggaannya yang melambangkan kekuatan/ketangguhan ketika di medan perang.

Suatu ketika, Suta mengelilingi wilayah kadipaten untuk mencari tahu seluruh area lokasi kadipaten yang amatlah luas. Lalu, ia mendengar suara perempuan meminta pertolongan. Tidak disangka, ada bahaya mengintai perempuan itu. Seekor ular sangat besar hendak memangsanya. Dengan sigap, ia pun segera menyelamatkan perempuan itu dengan menyabetkan tubuh ular tersebut dengan sebilah pedang. Alhasil, perempuan itu dapat diselamatkan. Ternyata, Suta telah menyelamatkan Sang Putri Adipati. Sejak pertemuan itulah, pucuk dicinta ulam pun tiba.

Namun sayang, kisah cinta mereka sempat kandas akibat status sosial yang berbeda. Bahkan, Adipati sempat murka saat Suta hendak melamar anaknya. Hukuman penjara bawah tanah disanksikan sebagai ganjaran kepada Suta. Sang Putri tidak menerima perlakuan ayahnya tersebut sebab ia merasa sayang yang mendalam kepada Suta. Upaya melobi penjaga pun dilakukannya untuk membebaskan sang kekasih dari tahanan penjara.

Sampailah pada aksi nekat mereka pergi dan meninggalkan kadipaten untuk selamanya. Mereka menunggangi kuda dan menuju ke arah selatan Gunung Slamet. Disana mereka menetap untuk hidup bersama. Di tempat itulah yang kini dikenal dengan nama Baturraden. Memiliki arti dalam dua padanan kata, yakni Batur yang berarti Pembantu, serta Raden yang memiliki arti Bangsawan. Itulah arti dari kisah Batur dan Raden, Suta dan Sang Putri Adipati, yang mendapatkan kebahagiaan atas perjuangan cinta mereka yang sejati. Tempat perhentian mereka pula yang sekarang terkenal se-antereo Banyumas, maupun Jawa Tengah.

“Baturraden memang diciptakan Tuhan sebagai tempat yang indah sekaligus untuk  tempat merasakan kedamaian yang bersandingkan dengan alam. Udara yang sejuk. Hijaunya pepohonan. Aliran sungai yang gemericik. Persawahan menyebar. Sampai gunung pun menjulang.”

Pesona Alam Kalipagu

Bermula dari Dusun Kalipagu, tempat terakhir kendaraan motor yang aku kendarai terparkir. Sebuah area pemukiman penduduk yang masuk ke dalam Kawasan Perhutani KPH Banyumas Timur. Lebih tepatnya, dusun yang aku kunjungi ini, berada di Desa Ketenger,  Baturraden.

Kakiku melangkah maju di pagi itu. Melewati jalanan setapak berbatu. Pipa baja berwarna hijau berukuran besar terpasang memanjang dari arah dam/bendungan. Mataku mulai dipandangi dengan view alam yang benar-benar tropis. Area persawahan, perbukitan ditumbuhi damar juga pinus, kandang kambing sejajar dengan sawah milik petani, dan megahnya Gunung Slamet di utara, kakinya penuh dihiasi bermacam jenis pohon yang jelas berwarna hijau merata. Lestari dan masih alami sekali alamnya. Aku merasa betah, pun nyaman berjalan-jalan disana.

Kanan-kiri, sepanjang jalanan, tarpaut jarak beberapa meter, ibu-ibu menawarkan dagangan mereka yang berisikan makanan dan minuman di bawah gubug. “Mriki mas, mendhoane anget-an get. Mampir mas.”, seorang ibu menyapa ramah. Aku menjawab hemat, “nggih bu, mangke.” . Terus berjalan, lagi-lagi ibu penjual dawet menjajakan jualannya hingga sampai ke pedagang yang berjualan di dekat area dam.

Tidak jauh, setelah melewati dam PLTA Ketenger, rute berbelok ke kanan, menyebrangi jembatan kayu di atas Kali Banjaran. Batu-batuan besar mengisi di bawahnya. Volume air terlihat sangat sedikit, mungkin karena dialirkan pararel ke arah bendungan.


Disambutlah aku di gapura Jenggala. Jalanan bekas hutan yang dibabat rapi dengan berpola tangga dengan bambu yang menyekat di ujung undakannya. Di sebalah kanan, terpampang banner bergambarkan beberapa potensi wisata yang masih mencakup area sekitaran Kalipagu, seperti Curug Pengantin, Situs Batur Lumpang Lemah Wangi, Bukit Rajawali dan lain-lain.




Kontur jalan sedikit menaik. Dikelilingi tumbuhan hijau. Aku merasakan kesejukan. Kualitas udaranya terasa segar. Masih beraroma alami. Seperti menemukan tempat yang diidamkan selama ini. Sangat menenangkan pikiran. Alam menyambut dengan suara habitatnya.

Tidak lama kemudian, aku sampai di area taman bunga. Di plang kayu itu tertulis Taman Nagasari Jenggala. Terdapat aliran air kecil mengisi celah lekukan. Melewati batuan cadas. Ada seorang bapak tua, sedang bekerja, sepertinya masih terus merapikan tempat itu.



Suara air jatuh semakin kencang. Semakin dekat, aku menuju ke selfie deck (area swafoto). Tampaklah rupa Jenggala yang deras mengalir jatuh. Terdapat tiga bagian aliran air. Yang paling lebar adalah bagian tengah, sekitaran empat meter. Lalu terputus, baik di sisi kanan dan kirinya adalah bagian yang kecil. Yang bagian kanan, airnya lebih anggun jatuhnya sebab terhalang oleh kontur sungai yang berundak-undak.





Aku berjalan lebih maju ke sisi kanan yang lebih dekat dengan tebing jurang. Melihat ke bagian bawah. Batu-batu cadas ditabrak air mengalir deras. Disitu, aku melihat suguhan pelangi. Pembiasan sinar matahari terjadi diantara air yang jatuh terbawa angin pada sisi curug bagian kiri. Berwarna merah, kuning, hijau, biru, ungu berpadu satu. Sungguh fenomena alam yang menarik sekali.  







Area itu dikelola sangat rapi. Taman bunga ditanami bermacam-macam tumbuhan. Tempat beristirahat/gazebo dibangun dengan material bambu. Selfie deck berbentuk hati persis menghadap ke arah Jenggala. Inilah magnet curug ini, melihat perkembangan zaman dan teknologi, dimana orang-orang mengungkapkan eksistensinya dengan  berswafoto. Untuk menggunakan selfie deck, pengunjung diharuskan melepas alas kaki agar tetap bersih.




Wisata Alam Haruslah Berkelanjutan

Area itu dikonsep sebagai tempat wisata yang berkelanjutan. Ini merupakan poin penting dari hadirnya spot wisata dengan memanfaatkan potensi alam itu sendiri. Curug Jenggala di Kalipagu yang diurus oleh LMDH Gempita Desa Ketenger bersama Perum Perhutani, sangatlah harus menjaga kelestarian kawasan hutan yang sebagian habitatnya dieksploitasi untuk akses infrastruktur wisata yang layak untuk dikunjungi.

Aku melihat tersedianya beberapa tempat sampah di sepanjang jalan sampai dengan di tempat wisata. Beberapa akses tempat istirahat/gazebo dan warung pedagang tersedia cukup layak. Restorasi alam dengan menanam tumbuhan baru agar tetap lestari. Papan petunjuk sudah cukup tersedia, yang terdiri dari informasi maupun larangan yang perlu diperhatikan pengunjung. Hanya saja, masih kurangnya adalah fasilitas toilet dan juga musholla (yang katanya akan segera direalisasikan karena menunggu anggaran).

Beberapa anak muda (pengelola) ditugaskan untuk mengawasi area curug agar menjaga kelestarian tempat itu dari pengunjung yang tidak bertanggungjawab atau kurang menjaga kelestarian alam. Selain itu, mereka juga bertugas mengontrol kebersihan tempat itu dengan mengepel selfie deck dan gazebo dengan air bersih, yang mungkin kadang kecolongan oleh pengunjung yang tidak mematuhi aturan dengan tetap memakai alas kaki mereka untuk berswafoto.




“Baturraden sangatlah luas. Salah satu keindahannya, ada pada pesona Kalipagu. Zaman baheula, sangatlah tepat, pilihan Suta dan Sang Putri Adipati pergi jauh ke tempat ini. Hingga kini pun, bagi saya, tempat ini masih begitu eksotis untuk dieksplore. Teramat banyak potensi wisata alam di lereng selatan Gunung Slamet ini. Kekayaan alamnya tersimpan begitu banyak.”

"Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Legenda pariwisata Jawa Tengah 2017 yang diselenggarakan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah".
Share:

Instagram