Maret 18, 2015

Serasa Kolam Pribadi di Curug Moprok

Edisi petualang waktu itu (28/02/2015), saya mengajak kakak saya dari Jekardah yang kebetulan lagi cuti kerja untuk ikut jalan-jalan bersama teman-teman kampus saya (baca:keluarga sosial). Keluarga sosial adalah akibat hubungan satu organisasi yang sama di kampus dan berujung kepada hubungan kekeluargaan. Sosial disini adalah job desk dalam organisasinya yang sudah masuk ke dalam 3 generasi. Mereka adalah Rizki, Dimas, Yana, Raka, Anggi, Wiwid, Kiye, Niswil, Yusma, Ambar, dan Nindy. Kami mulai kumpul pukul 8.00 WIB di Kampus Ekonomi tercinta dan mulai berangkat satu jam kemudian.

Melepas penat saat weekend adalah melupakan beban hidup yang harus diperjuangkan. Sedangkan menciptakan momen bersama orang-orang terkasih adalah sebuah kebahagiaan yang tidak terlupakan ketika kita memulai dan beranjak menuju dan bersama masa depan.

Destinasi kami saat itu adalah sebuah curug di Desa Karangsalam, Baturraden. Sampailah kami di parkiran yang sudah dikelola warga sekitar. Ada pula warung kecil di gubug menuju ke arah Curug Telu. Tetapi kami bukan menuju ke Curug itu, melainkan Curug Lawang yang berada di dalam gua. Kami berjalan mengikuti jalan setapak. Sampai mengarah ke arah Curug Telu, kami berbelok ka arah atas. Lalu seorang bapak-bapak, mengatakan kalau arahnya ke kanan (Curug Telu). Padahal kami bukan mau kesana. Lalu bapak tersebut mengatakan kalau ke Curug Lawang bukan melewati jalan tersebut. Kenapa kami ke arah itu, karena beberapa hari sebelumnya, ketika saya ke Curug Telu, saya ditunjukkan arah tersebut oleh seorang bapak-bapak yang sedang mengarit rumput di tangga yang menuju Curug Telu.

Saya melanjutkan perjalanan tanpa hirau dengan perkataan bapak yang kami temui. Kemudian jalannya mulai menaiki bukit, para cewek-cewek mulai risau mendengar ocehan si bapak tadi karena takut kesasar. Mereka ngoceh ini, itu, apalah, entahlah. Lalu saya dan Wiwid naik duluan ke atas buat meyakinkan jalan. Menanyakan kepada orang yang ada di gubug. Ternyata eh jalan itu bukan menuju Curug Lawang, tetapi ke Curug Moprok yang katanya ibunya sih cukup jauh sekitar 15 menit. Akhirnya saya dan Wiwid memutuskan untuk menuju curug tersebut yang memang sudah kami incar sebelumnya.

Jadi  begini informasinya. Desa Karangsalam itu salah satu desa di Kecamatan Baturraden yang memiliki potensi alam yang cukup melimpah. Terletak di bawah Gunung Slamet. Yang jelas di ketinggian beberapa ratus mdpl. Disana kita bisa melihat sky line Purwokerto. Ada pendopo yang dibangun untuk melihat pemandangan alam di bawahnya. Katanya juga, tahun lalu salah satu desa yang dapat PNPM untuk pengembangan dan kemajuan desa. Tentunya areal persawahan banyak ditemukan disana. Ada pula kandang sapi dan ayam. Sungai yang megalir dari hulu Gunung Slamet sehingga banyak ditemukan air terjun (baca:curug). Diantaranya Curug di dekat hotel (gatau namanya), Curug Putri, Curug Telu, Curug Lawang, Curug Moprok, dan curug lainnya yang belum saya dengar informasi keberadaannya. Saya memang melihat potensi wisata alam dan agrowisata di desa ini. Perlunya pengembangan pihak desa, masyarakat dan pemerintah untuk bisa mewujudkan desa ini seperti desa wisata yang sudah berkembang dengan tetap menjaga kelestraian alam dan ekosistemnya meski kehidupan modern mendegradasi, seperti Kampung Naga (Garut).

- Kembali ke cerita -

Curug Moprok
Kami melewati jalanan yang menurun. Harus hati-hati dan waspada melewatinya sebab jalan tersebut masih jalan tikus. Tepat di pinggir daratan (bukit) yang sebelah kanannya jurang. Banyak pohon bambu dan jenis tumbuhan hutan tropis. Terdengar suara aliran sungai di bawah jurang. Sampai terus mengikuti jalan setapak sampai ketemu di ujung sungai. Dilanjutkan menyusuri sungai sekitar 150 meter lagi. Sungainya tersusun dari batu-batuan di sepanjang alirannya sehingga kita bisa memilih untuk berjalan melewatinya. Hati-hati menapaki batuannya, karena banyak yang ditumbuhi lumut sehingga licin untuk diinjak. Akhirnya 15 menit dengan lebih 20 menit kami sampai di Curug Moprok dengan perjuangan yang luar biasa. Sebenarnya tidak terlalu jauh untuk menyusuri jalan setapak dan sungainya. Hanya saja, kami saat itu lebih banyak ceweknya jadi harus jalan pelan-pelan dan banyak istirahat. Selain itu, kami lebih banyak bercanda karena kejadian dan momen yang terjadi. Ada yang kepleset, ada yang digigit lintah, ada yang kecebur, ada yang dicengin dan pastinya ada juga yang diketawain.

Di atas batu yang paling gede
Tampak dua bagian air jatuh dari ketinggiannya yang lumayan. Air terjun  di antara tebing yang ditumbuhi sejenis tumbuhan lumut dan paku. Dari kejauhan, air terjunnya terlihat lurus dan ramping. Kami semakin berjalan mendekati curug itu. Pada bagian kanan, ada batu besar menjulang tersusun. Di tempat kami berdiri batu-batu yang ukurannya kecil dan sedang seolah menyumbat aliran air sehingga mencembung seperti kolam yang lumayan besar ukurannya. Air terjunnya jatuh ke bawah menimpa batu-batu yang tersusun di bawahnya pula. Terlihat juga air muncul dari belakang tumbuhan lumut di bagian kiri bawah. Dari tempat kami berdiri, debit airnya tidak begitu deras. Tak lama, Saya dan Dimas  berenang-renang disitu. Wooow...airnya sungguh dingin. Tenang dan dalam. Entah kedalaman berapa meter. Yang jelas rasanya seperti kolam alami. Saya pun hanya membasahkan badan sebentar sebab tidak kuat berenang berlama-lama. Mengapungkan badan ke atas, melihat-lihat #PesonaIndonesia , melupakan keseharian yang memuakkan dan merasakan ketenangan.
Di bawah curug

Lalu saya mencoba mencapai ke bagian tepat di bawah air terjun itu. Batuan disini lebih licin dibanding batu yang kami lewati sebelumnya. Mungkin akibat endapan mikro organisme yang menempel pada sisi batuan sejak dahulu kala. Dari bawahnya baru terlihat deras air yang jatuh dan berterbangan ke penjuru sekitarnya. Ada efek pelangi kecil yang muncul. Saya merasa menggigil karena kedinginan. Sepertinya lemak jenuh di tubuh saya belum banyak tertimbun.


Keluarga Sosial :*
Langit terlihat mulai mendung. Kami pun beranjak meninggalkan curug yang cantik itu. Sungguh puas dan ingin berlama-lama berada disana. Banyak pelajaran yang saya temukan di perjalanan kali ini :
  1. Kita akan melihat mana orang yang peduli terhadap orang lain dan alam semesta.
  2. Kaum adam akan ternilai seberapa besar tanggung jawab mereka ketika dihadapkan dengan keberadaan kaum hawa ketika di luar zona nyaman yang tidak bisa diduga sebelumnya apapun bakal terjadi. 
  3. Perjalanan akan menentukan sikap yang harus diambil seperti harus menyabarkan diri sendiri maupun orang lain, terlebih dengan keluhan dan ocehan orang-orang yang tidak dapat (baca: kurang mampu) bertahan di luar zona nyaman mereka. 
  4. Kesadaran dan mawas diri dalam setiap perjalanan harus dipersiapkan dengan matang, seperti kesahatan, P3K, dan pakaian yang membuat nyaman ketika akan mengunjungi tempat yang akan kita tuju.
  5. Kita bisa menilai mana orang yang memiliki karakter dan passion yang sama dengan kita, contohnya apakah mereka tipe petualang beneran atau bukan.
  6. Banyak lintah disana. Jangan lupa bawa garam/tembakau. Saat itu kami tidak bawa apa-apa, pulang-pulang banyak lintah yang nempel di kaki. Itung-itung donor darah hehehe.




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Instagram