November 30, 2022

Trekking ke Sunan Ambu - Sunrise Spot Kawah Putih Ciwidey

Agenda perjalanan ke Sunan Ibu menjadi momen yang saya tunggu-tunggu karena sudah diagendakan sejak Bulan September lalu namun gagal karena saya sempat bedrest. Aktivitas perjalanan kami mulai sehabis subuh, rencananya. Realisasinya kami berangkat dari penginapan jam 5 kurang kala ufuk mulai mejingga. Untungnya jarak dari tempat kami menuju ke titik poin tidak terlalu jauh. Membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja.

Kami memasuki gerbang Taman Wisata Alam Ciwidey. Suasana pagi itu masih sepi sekali. Melewati pintu masuk kedua lalu belok kiri. Lah jalannya diportal besi. Waduh. Celingak-celinguk menyorot ke pusat informasi tapi masih tutup kantornya. Untungnya ada bapak paruh baya sedang berjalan ke arah kami. Bertanya perihal jam buka dan tiket masuk. Lalu mohon izin untuk masuk kawasan tersebut. Si bapak yang bekerja di perkebunan Perhutani disana mengangkat portal itu, sehingga ada celah untuk motor kami bisa lewat di bawahnya.

Perjalanan berlanjut dengan kondisi terang pagi. Kanan kirinya vegetasi hutan. Akses jalannya ada banyak titik yang sedang dicor, namun hanya setengah sisi dan hanya puluhan meter saja. Sebagain besar kondisinya kurang mulus. Kemungkinan itu jadi alasan mengapa pengunjung yang datang diharuskan menaiki angkot warga lokal untuk menuju kesana dari area parkiran depan.

Tidak jauh untuk sampai di area kebun teh yang letaknya bersebelahan persis dengan glamping camp area. Kami bertemu dengan pekerjanya. Saya sudah lupa namanya. Jelasnya, kami meninggalkan kartu identitas sebelum naik ke atas. Kartu tersebut akan diambil saat membayar retribusi masuk yang harus dibayar di gerbang depan.

Sekilas tentang Sunan Ambu

Sunan Ambu adalah salah satu bagian dari sekian titik puncak Gunung Patuha. Berada di ketinggian 2.343 mdpl. Terdapat sebuah petilasan di atasnya. Letaknya di sebelah barat Kawah Putih. Jika sedang berada di sekitaran kawah, kita akan melihat puncak perbukitan yang menjulang di sebelah kiri. Disitulah titik Sunan Ibu berada. Ditumbuhi batang cantigi yang terbakar dan jenis tumbuhan pakis-pakisan.

Kami memulai pendakian pukul 5.25 di mana langit sudah dominan terang. Apalagi semalam diguyur hujan lebat yang lama. Sisa-sisa awannya masih tersisa. Sorot matahari membuat rona pagi itu agak kelabu. Kami trekking ke atas dengan jalur yang sudah tertata rapi. Tangga bersemen. Lebar jalur 1,5 meteran. Kontur naiknya relatif aman. Jaraknya sekitar 200 meter saja untuk sampai ke puncak. Pada sisi kanan-kiri tangga, vegetasi pakis hutan banyak sekali disela-sela pohon yang meninggi.
Lima menit berjalan, kami sudah sampai di shelter pertama. Disini semacam deck kayu yang pemandangannya sudah wow sekali. Ah serius kawan. Kalau kalian suka berada di ruang alam terbuka, ini beneran indah banget. Kawah putih agak toska di bawah sana. Punggungan bukit dihiasi pepohonan bekas terbakar juga meranggas. Semak rerumputan hijau coklat padu jadi belukar. Suara burung-burung bersiul nyaring. Gudang oksigen nan sejuk. Matahari terus berpendar, walau memang tidak secantik parasnya kala di musim kemarau. Itu tandanya saya kudu balik lagi kesana saat musim penghujan usai.
Kami lanjut naik ke atas. Tangganya makin menanjak berada di bahu bukit. Disini cantigi dan pakis menyambut kedatangan kami. Seperti pager ayu dan pager bagus. Makin ke atas makin cihuy pemandangannya. Apakah ini hukum keindahan muka bumi. Entahlah. Ini hanya perspektif saya yang terkagum-kagum jika melihat apa yang di bawah dari ketinggian.
Rupanya cuma membutuhkan 15 menit saja untuk sampai di titik puncak. Awalnya saya mengira akan berjalan setidaknya satu atau dua jam. Ternyata tidak perlu waktu lama untuk menyaksikan view yang memukau disana. Bayangkan saja. Di sisi barat atau belakang, perkebunan teh Rancabali dengan pola yang rapi. Di sisi timur, perbukitan berlapis-lapis dan beberapa atap gunung menjulang. Berselimut kabut tipis di bagian bawahnya.
Di puncak Sunan Ibu, ada dataran sekian meter persegi. Terdapat petilasan yang ditandai oleh susunan batu. Ada bakaran dupa dan sajen di atasnya. Ditaruh oleh peziaraha atau juru rawat situs disana. Kami sempat bertemu mereka saat melawat di puncak.

Karakterisik lain adalah tidak adanya tumbuhan rapat di puncaknya. Beberapa pohon tumbuh jarang sehingga bisa melihat sudut 360 derajat. Bendera merah putih berkibar di atas plang bertuliskan Puncak Sunan Ibu 2.343 mdpl. Suasananya membuat betah duduk berlama-lama. Menikmati alam semesta. Angin sepoi-sepoi menggerakkan daun-daunan. Udara terhirup segar. Terasa damai dan menenangkan. Alam memang tempat terbaik untuk mencari ketenangan. Memberi energi yang baik dari penatnya kesibukan sehari-hari.
Saya menyusur ke sisi jalur yang arahnya dari pemukiman warga. Disana dipenuhi semak belukar tumbuh merapat. Sedangkan di sisi jurang, cerukan antara dua bukit nampak seperti sabana. Cerukan itu memisahkan antara Sunan Ibu dan puncak Gunung Patuha. Sementara sisa pohon-pohon bekas terbakar menghiasi konturnya yang miring.
Di atas sana selain kami, ada beberapa rombongan pengunjung yang datang pagi itu. Ada yang naik dari jalur belakang dan mereka bermalam disana (camping). Mereka dari Cianjur. Kata mereka butuh dua jam perjalanan untuk sampai ke atas. Melewati jalur rumah warga dan juga perkebunan teh.
Saking betahnya, kami jadi pengunjung yang paling terakhir turun. Dua jam menikmati pemandangan Sunan Ambu memberi kepuasan yang sangat berkesan. Sebenarnya pengen berlama-lama disana. Amat merasa puas dan penuh syukur. Diberi waktu kesempatan melihat tempat indah yang tercipta.

Saat di bawah, kami ngobrol ngalor ngidul dengan si aa' pekerja Perhutani. Sempat disuguhi kopi olehnya. Pun masih antusias dengan perkebunan teh persis di dekat area parkiran.
Kami berjalan menuju kesana. Ada telaga kecil dan ternyata rombongan yang kami temui tadi sedang masak di area telaga. Saat memasuki lorong-lorong kebun teh. Sajian kontur perkebunan kehijauan yang tertata apik.
Di bawah sana, Situ Patenggang dan bangunan tampak kecil seperti miniatur. Langitnya sedikit membiru. Begitu mentari mulai meninggi karena sudah menyoroti wajah kami. Tak lama, kami beranjak menuju ke Kawah Putih (ceritanya bisa dibaca disini).

Share:

Oktober 27, 2022

Wisata Ranca Upas : Kabut, Rintik Hujan dan Sekawanan Rusa

Selamat Hari Blogger Nasional, kawan-kawan blogger. Semoga tetap konsisten ya berbagi informasi yang bermanfaat dalam karya tulisan. Kali ini saya ingin berbagi kisah perjalanan bulan sepuluh tahun 2022. Tepatnya saat libur tanggal merah memperingati Maulid Nabi dua minggu lalu. Saya kembali mengunjungi wisata yang ada di sekitaran Ciwidey, Bandung. Dua tahun sebelumnya saya pernah menginap di eMTe Highland Resort yang lokasinya berseberangan dengan pintu masuk Kawasan Wisata Alam Kawa Putih. 

Part time jadi pawang

Saya memulai perjalanan dari Cilamaya Karawang. Menaiki angkot biru menuju ke Simpang Jomin. Lanjut berpindah angkot menuju Cikopo. Dari Cikopo, saya naik bus Primajasa jurusan Cikarang - Bandung seharga Rp40.000. Saya turun di terminal Leuwi Panjang. Sayangnya, naik transportasi publik ini membuat perjalanan menjadi lebih santai dan lama sampainya karena bus keluar masuk tol di Purwakarta dan sesekali masuk ke rest area untuk mengangkut/menurunkan penumpang. Pengalaman naik transportasi umum ini saya tuliskan disini. Saya berangkat dari kost sekitar pukul 8.30 pagi. Kondisi Tol Cipularang saat itu cukup padat pula dipenuhi mobil berplat B. Cuaca mendung menyelimuti langit di sepanjang jalan tol. Setibanya di terminal Leuwi Panjang jam 12 siang, saya langsung pesen grab menuju ke Sate Jando Gasibu. 

Udara Bandung siang itu mendung putih kelabu. Hawanya tidak pengap seperti di Karawang. Terasa adem meskipun di luar pas siang bolong. Bisa jadi karena relatif banyaknya pohon di sempadan jalan. Ditambah banyaknya ruang publik yang tersedia. Sampainya di Sate Jando, saya bertemu dengan Fajar yang sudah datang lebih dulu. Ia mengantre disana sedari jam 11 kurang. 

Mula cerita, kami sudah mengagendakan untuk hiking ke Sunan Ibu sedari lama. "akhirnya kejadian juga ya Jar." Sebelum berangkat, kami mengisi perut lebih dahulu. Sedikit informasi, Sate Jando ini pernah viral di sosial media. Hampir selalu ramai pengunjung. Tersedia menu sate jando (lemak sapi), sate sapi dan sate ayam. Saya mencoba sate campurnya. Dengan baluran bumbu kacang yang agak pedas manis, tentu lezat rasanya. Bakul sate ini buka hingga jam 5 sore. Siap-siap untuk antre lama ya, terlebih saat weekend. Antriannya mengular.

Perjalanan pun dimulai. Kami melewati Margaasih, nyebarang tol ke arah Taman Kopo Indah, berhenti sebentar di Masjid Jami Nurul Huda, lanjut ke arah ke Stadion Jalak Harupat, sampai di Soreang dan terus melaju ke Pasir Jambu. Kontur jalanan semakin menanjak kala memasuki area Ciwidey. Beruntungnya cuaca di perjalanan sangat mendukung. Berdasarkan prakiraan cuaca, hujan akan turun sore menjelang malam hari. Awan putih sudah menyelimuti kolong langit di atas kami. Udara semakin terasa dingin mengenai kulit. Satu jam setengah laju perjalanan dengan motor matic Beat Street. Kami tiba di Reddoorz near Kawah Putih Ciwidey sekitar pukul tiga sore. Ulasan mengenai penginapan bisa kalian baca disini.

Singgah sebentar menaruh barang. Istirahat sejenak meregangkan badan. Melihat pemandangan di balkon belakang. Rumah-rumah penduduk diantara lembah perbukitan yang berundak. Cukup menarik untuk difoto. Meski menurut Fajar, pemandangan itu pun udara disana hampir sama seperti di sekitar rumahnya di Cianjur. Membuat malas bergerak karena dingin. Hahaha.

Selepas ibadah sholat ashar lanjut pergi menuju ke penangkaran rusa Ranca Upas. Sore sekitar pukul empat, masih banyak pengunjung yang masuk ke kawasan penangkaran ini. Dengan bus, mobil pribadi juga kendaraan motor. Tak sedikit dari mereka membawa peralatan camping dengan tas gunung. Di gerbang pos, petugas menagih tiket masuk. Dua orang dengan kendaraan motor dipatok sebesar Rp58.000. Tarif ini berbeda apabila kalian hendak berkemah. Selain penangkaran rusa, disana ada juga onsen, igloo camp dan penginapan  ala-ala cabin di bawah rindang pepohonan.

Jalan tapak di penangkaran. Rumput ijo-ijo aja estetik.

Masuk ke area penangkaran, kalian akan menaiki bangunan semi permanen kayu. Di dalamnya, kita bisa membeli wortel untuk memberi makan rusa. Harga satu ikatnya 10 ribu. Ada juga yang dijual seharga 20 ribu. Jadi bangunan ini seperti ruang balkon memanjang sebelum menurun masuk ke penangkaran. Seketika turun dari tangga. kawanan rusa timor akan reflek mendekati kita apabila membawa wortel. Seolah wortel sudah menjadi menu favorit sehari-hari mereka. Sangat lahap sekali. Satu potongan wortel bisa dilahap dalam sekejap saja. 

Rusanya ada yang bertanduk. Kalau diamati seperti ranting kayu. Bercabang meruncing ke bagian atas kanan dan kiri. Bagus bentuk polanya. Ada yang lapuk juga loh ternyata. Bisa jadi sudah berumur atau karena rusa jantan suka adu kekuatan dengan tanduknya. Beberapa ada yang kulitnya terluka. Jadi menurut informasi yang saya baca, rusa bertanduk itu yang jantan, begitu kebalikannya rusa betina tidak memiliki tanduk. Bulu rusa berwarna sama seperti warna bajing/tupai. Lebih dominan kecoklatan.

Saat kami disana, sebagian rusa ada yang duduk bersantai. Seolah mager-mageran memejamkan mata. Ada pula yang mengejar wortel di tangan wisatawan. Lalu ada yang dijadikan obyek foto oleh wisatawan. Dan mereka punya insting. Jika diajak foto tanpa diberi wortel, mereka akan cuek dan tak acuh dengan pengunjung yang mendekatinya. Berbeda dengan wisatawan yang memberi wortel, mereka akan welcome untuk diajak berfoto. Berkunjung Ranca Upas seru sekali. Terlebih jika membawa anak-anak untuk berinteraksi dengan hewan yang cenderung jinak ini. Namun tetap hati-hati ya, mereka juga bisa agresif menanduk pengunjung. Saya melihat ada wisatawan yang dikejar dan ditanduk hingga tergopoh.

Di pematang sekitar penangkaran, padang rumput berparas kehijauan tumbuh sangat alami sekali. Pohon-pohon tumbuh rapat di perbukitan yang nampaknya kabut semakin pekat. Terbawa angin. Bergerak dramatis. Tentu kalian pernah melihat kabut yang menambah suasana semakin terasa syahdu.  Momen sendu yang saya saksikan kala sore itu. Beberapa tenda berwarna-warni terpasang di padang rumput dekat pepohonan nan jauh sana.

Lama kemudian, titik-titik air membasahi tanah Ranca Upas. Hujan lebat membuat rembesan air hujan menguapi aroma bau tanah. Mungkin ditambahi campuran bau kotoran rusa pula. Beruntungnya tereduksi dengan oksigen juga tanaman yang tumbuh subur disana. Udaranya jadi segar nan sejuk. Hawa dingin menjulur ke sekujur kulit. Setengah jam sudah, derasnya titik air yang jatuh mulai merintik. Kami pun menunggu momen hujan di kala senja. Suasana makin damai saat bersama nuansa alam.

Ketika hujan mereda menjelang masuk waktu maghrib. Kami keluar taman penangkaran. Mlipir sebentar ke warung kopi gunung. Kafe estetik diantara pohon-pohon tinggi besar. Kabut sehabis hujan dengan rintik sedu mendayu gelap malam yang akan tiba. Kami minum kopi sebentar untuk menghangatkan badan. Segelas kopi dan sepiring mendhoan. Lantas hujan mendera kembali dengan intensitas yang semakin deras. Menunggu satu jam lamanya namun tak kunjung reda. Akhirnya kami menerobos rintik yang tersisa sedikit. Nyatanya perkiraan kami salah besar. Jalan ke bawah dekat penginapan,  hujan justru masih turun amat deras. Pakaian dan sepatu kami basah kuyup karena hanya memakai jas hujan satu dibagi dua. Saya memakai bagian atasnya. Sedang Fajar memakai bagian celananya. Masih ada untungnya, ada air hangat di penginapan.

Sekian cerita saya berkunjung ke Ranca Upas. Mari menunggu kisah perjalanan berikutnya ke Sunan Ibu. Selamat malam. 


 

Share:

September 12, 2022

Sentiaki Coffee : Rekomendasi Coffee Shop di Cilamaya

Beranda Sentiaki Coffee
Memasuki tanggal 15 Bulan Shafar, di beranda Sentiaki Coffee, saya mencicipi kopi robusta terbaik se-Jawa Barat. Mengapa kopi ini terbaik? Jadi begini ceritanya kawan. Bulan Juni lalu, Pemprov Jawa Barat mengkurasi 166 sampel kopi untuk dipromosikan pada Event World of Coffee di Milan, Italia. Dari ratusan sampel tersebut, terpilih sepuluh sampel kurasi terbaik diantaranya enam kopi arabika, tiga kopi robusta dan satu kopi liberika. Fakta menariknya Kopi Sanggabuana yang ditanam para petani di Gunung Sulah, bahan dasar espresso yang saya nikmati malam ini, meraih poin tertinggi yakni 83,625 poin untuk jenis kelas robusta.

Setelah saya cari informasi tentang kopi ini. Tanu Wijaya, pengirim sampel kopi tersebut tidak mengirimkan 5kg biji kopi Sanggabuana yang disyaratkan Pemprov Jabar untuk dipromosikan ke Milan. Sebab ia hanya memiliki sisa biji kopi 500 gram saja. Hal itu bukan menjadi poin penting menurutnya. Tanu sudah berpuas diri dengan kurasi tim ahli kopi Jawa Barat yang menilai kopi robusta Sanggabuana menjadi yang nomor satu. Sebuah pretasi yang membanggakan memang.

"Di Pegunungan Sanggabuana banyak petani kopi, namun belum dikenal banyak orang," cerita Jaber, pemilik Sentiaki Coffee. Saya bahkan baru tahu kalau Karawang mempunyai varietas kopi unggulan di daerah Loji Sanggabuana.

Ruang itu bernama Sentiaki

Sentiaki sendiri dicatut dari salah satu tokoh pewayangan Mahabharata, Satyaki. Muncul dari ide seorang habib pada suatu momen kala progress awal pembangunan tahun 2021 di kediaman sang pemilik. Satyaki memiliki karakter yang bagus. Meski sedikit diubah menjadi Sentiaki, bisa juga memilki arti senang, setia dan kopi. Diharapkan konsumen yang berkunjung bisa merasakan kesenangan dan loyal untuk ngopi di kafe yang baru dibuka 29 Agustus 2022 silam.

Sentiaki hadir dengan konsep consumer experience dapat mengenal dan mencicipi kopi Sanggabuana Karawang yang menjadi bahan dasar menu yang ditawarkan. Dua menu signature kafe ini yakni Mazagran dan Djitumangkiang. 
Proses penyajian Mazagran
Tentang Mazagran & Djitumangkiang

Mazagran terinspirasi dari kopi Portugis. Sajian kopi espresso hangat yang diseduh diatas perasan buah lemon, rasa mint dan es batu. Jika ditilik lebih lanjut, Masagran memiliki nilai sejarah yang panjang. Berasal dari negeri Aljazair. Kala pengepungan Benteng Mazagran, koloni Perancis disuguhkan sirup kopi dan air dingin untuk menghilangkan dahaga/hawa panas. Ketika kembali ke Perancis, para prajurit tersebut menyarankan kafe disana untuk menyajikan kopi tersebut. Sampai digemari banyak orang. Bahkan menyebar sampai ke Austria yang biasanya ditambahkan rum dan gula cair. Sedangkan di Catalonia dan Valencia, kopi ini ditambahkan dengan kulit lemon.
Mazagran Signature
Mazagran versi Sentiaki memilki cita rasa yang enak di lidah juga di perut. Racikan gula aren, ekstrak mint, perasan lemon, batu es, seduhan espresso Kopi Sanggabuana beserta brown sugar menjadi menu kopi yang patut untuk dicoba. Paduan kopi dan lemon menjadikan minuman ini sehat untuk dicerna oleh tubuh kita. Saya dan teman saya pun merasa ketagihan mencicipi Masagran malam ini. Kalian kalau nongkrong ke Sentiaki, bisa banget mencoba Masagran. Perhatikan pula cara pembuatannya yang membutuhkan olahan yang pas hingga membuat ketagihan saat diminum.
Coffee Bar Sentiaki
Pilihan menu khas lainnya adalah Djitumangkiang. Kalau nama ini sedikit ada cerita lucunya kawan. Jadi owner Sentiaki dulunya anak teater di masa SMA. Pernah suatu kisah, ketika hendak tampil di Gedung Rumentang Siang. Jaber salah menyebutkan nama gedung itu dengan sebutan Djitumangkiang. Sontak kawan-kawan dan pembina teaternya tertawa mendengar salah penyebutan itu. Lantas dengan momen itu, ia memakai Djitumangkiang sebagai nama panggungnya di dunia seni teater. Sekarang, ia pun menggunakan kosakata itu menjadi nama menu andalannya. Lain kesempatan, saya akan mencoba kopi yang difermentasi selama satu hari ini. 

Mengusung konsep kafe outdoor minimalis dengan kesan yang menyatu (ramai) namun tetap memberi kenyamanan dan kehangatan bagi pengunjungnya. Ke depan, kafe ini akan terus berinovasi dan semoga menjadi space bagi komunitas lokal setempat untuk mengasah diri sembari menikmati seduhan kopi. Sebagai informasi, tanggal 24 September nanti, akan ada acara malam puisi yang akan dibawakan komunitas perpus jalanan Cilamaya. Kalian bisa banget untuk datang kesini, bertemu dan bercengkerama di malam minggu. 
Ruang outdoor Sentiaki
Kafe ini berlokasi di Jalan Syeh Quro RT.003/RW.03 Krasak, Telagasari, Cilamaya Wetan, Karawang. Kita ulas tentang harganya yang relatif amat terjangkau. Dimulai belasan ribu saja. Tersedia juga camilan seperti kentang goreng, dimsum, sosis, churros dan lain-lain. Saya sudah mencoba Kopi Susu Karamelnya. Rasanya pun lumayan oke dengan kombinasi yang pas. Kopinya terasa, karamelnya pun gak kebanyakan. Begitu pun es kopi susunya. Menurut review teman saya, kopinya masih terasa, campuran susunya gak terlalu dominan, dan rasa manisnya proper
Es Kopi Susu vs Kopi Susu Karamel
Kalian yang ingin mencoba tempat nongkrong atau penyuka kopi, Sentiaki Coffee menjadi tempat yang saya rekomendasikan untuk dikunjungi. Terlebih untuk sebuah kafe kopi di Cilamaya Karawang. Rekomendasi waktu terbaik untuk datang kesini adalah diantara jam lima sore hingga menjelang maghrib. Terlebih saat suasana matahari akan terbenam. Bila cahaya langit sedang bagus/cerah, suasana disini akan estetik dan cukup oke untuk diabadikan. 

Di kafe ini tersedia pula musholla kecil, toilet, beberapa meja outdoor dengan kapasitas kurang lebih 20 pengunjung. Letaknya dekat pula dengan masjid yang tak jauh di seberang jalan. Oh ya, waktu operasional kafe ini buka mulai pukul 16.00 sore - 23.30 malam. Kalian bisa pantengin juga akun instagramnya di @sentiaki.cofee.

Yuk silakan eksplore ke Sentiaki Coffee. Semoga kalian suka dan mari mendukung penggunaan produk lokal. Dengan mengkonsumsi atau menggunakan produk lokal menumbuhkan ekonomi masyarakat semakin kuat dan mandiri. Semoga tulisan ini bermanfaat ya kawan. Kalau kalian punya rekomendasi kafe kopi yang rekomen untuk dikunjungi juga, silakan berbagi di kolom komentar ya! 
Share:

September 04, 2022

Trekking Tektok ke Gunung Papandayan

View Papandayan dari Taman Edelweiss
Kesan beberapa orang setelah tahu kalo gue balik solo trekking ke Papandayan langsung nanya begini,"kok berani sih ke hutan sendirian?". "itu kan gunung bro, ya kalau rame-rame sih oke." "ke gunung sendirian? emang gak takut?".

Gue cuma jawab, "lah emang kenapa? lagi gue juga tektok, gak camping di atas. Lagi juga Papandayan juga trek pendek, rame yang kesana. Kecuali gue camping ke puncak ya, itu mah emang baiknya ramean ya."

Petualangan Dimulai

Agenda trekking ke Papandayan ini udah lama banget masuk ke wishlist destinasi #DiIndonesiaAja. Selain pengen nyobain KA Cikuray yang baru diresmikan jalur keretanya di Maret tahun ini. Buat kalian warga Jabodetabek, mau ke Garut bisa banget naik kereta ini. Sayangnya jadwal perjalanan kereta ini masih satu kali perjalanan dan jadwalnya kurang fleksibel. Berangkat dari Pasar Senen 17.55 pas maghrib sampai di Garut itu pukul 00.53 dini hari. Sedangkan jadwal keberangkatan dari Garut pagi banget pukul 07.05 dan sampai di Pasar Senen 13.32 siang. Jadi kalau kalian mau kesana, minimal meluangkan waktu 3 hari atau bisa saja dua hari namun pulangnya naik dari Stasiun Leles dengan kereta Serayu.

Di Garut gue nginep di Pondok Kost Aulia, booking online di Traveloka. Ini rumah kost-an. Untungnya gue udah konfirmasi ke pemilik kost bakalan sampe tengah malam. Dan bener gue baru sampe sana jam 1 malam. Rumahnya udah ditutup pagernya. Akhirnya gue nunggu di sofa depan rumahnya dan gak lama bapaknya kebangun soalnya gue telepon berkali-kali, sorry banget ya pak.

Niatnya mau jalan sehabis subuh, eh baru keluar penginapan jam 9. Ngegojek ke tempat penyewaan motor lalu cus ke arah Papandayan. Dari pusat kota sekitar satu jam untuk sampai kesana. Aspal jalanan kota ini terbilang kurang baik sebab banyak jalan-jalan yang ditambal dan tidak sedikit yang berlubang. Terlebih ketika memasuki jalan pertigaan ke kanan, desa tepat di bawah kaki Papandayan, jalannya banyak yang kurang alus atau layak. Hanya beberapa ratus meter memasuki kawasan wisata saja yang jalannya mulus.

Wisata Gunung Papandayan terbilang ramai siang itu. Banyak rombongan ibu-ibu naik bis. Dan melasnya, bisnya gak nanjak sampai ke area parkiran. Jadi lah mereka jalan sampai ke area parkiran. Dan gue sampai sekitar pukul setengah sebelas siang. Setelah membayar retribusi seharga Rp30.000 untuk pengunjung nusantara, ditambah biaya masuk roda dua Rp14.500. Jadi total biaya masuk ke gunung ini sebesar Rp44.500. 

View Papandayan dari Menara Pandang
Area parkirannya cukup lapang. Banyak warung berjejeran menjajakan makanan. Saya pun menuju ke menara pandang untuk melihat-lihat sekitaran. Mengarah ke arah kawah bekas letusan tahun 2002. Gunung Papandayan mengeluarkan asap belerang yang putih mengudara. Beberapa lubang kawah yang terpencar mengeluarkan asapnya masing-masing. Waaahh, punggungan bukit menjulang di sisi kirinya. Sedangkan punggungan kaki gunung berwarna seperti tanah liat dan belerang, nampak merah kecoklatan. Saya pun tidak sabar untuk segera mendaki ke atas sana.

Jalur pendakian menuju Kawah - sebelah kanan ada Tebing Sunrise
Siang sebentar lagi sudah waktu dzuhur, saya makan sebentar di salah satu warung yang penjualnya seorang ibu paruh baya. Disana saya makan ayam goreng dan lalapan. Bincang sekenanya dengan ibu yang menjelaskan apa saja yang harus saya datangi. Ia menyarankan untuk ke taman bunga dan kolam air hangat lebih dulu. Sebab kalau menanti turun, biasanya pengunjung sudah lelah.

Lepas setelah makan, saya ibadah sebentar dan setelahnya menuju ke taman edelweiss yang dibudidayakan dengan beberapa bunga-bunga dan pohon cantigi. Tamannya berada dekat dengan cottages/penginapan. Terdapat pula masjid, toilet dan gazebo untuk bersantai. 

Udara disana segar sekali tentunya dengan kualitas air yang bersih pula. Saya merasa betah sekali, meskipun masih berada di bawah, pemandangan di sekitaran yang juga sangat indah memanjakan mata.

Tepat jam 12 lebih sekian menit, saya mulai berjalan santai menuju ke atas. Jalanan aspal menanjak sedikit berakhir ke jalanan tanah pegunungan. Matahari cukup terik kala itu, namun awan sedikit menutupi setengah bagian atas area disana. Saya merasa hangat dan angin yang berhembus memberi suasana kesejukan. Di sisi bawahnya, langit biru sedikit memberikan warna langit menjadi kontras. Saya trekking sendiri dan bersama pendaki lain yang hendak berkemah. Pengunjung lain tak sedikit juga yang tektok untuk sekadar melihat-lihat kawah. 

Tebing batuan yang di peta disebut dengan Tebing Sunrise ada di sebelah kanan. Bekas kontur gunung yang sudah runtuh menyisakan sedikit bagian menjulang ke atas. Aliran air gemericik di sela-sela antara celah gunungan yang berasal dari kawah atau hulu gunung. Bekas belerang tampak ada dimana-mana. Bekas lubang kawah kecil pun masih tampak terlihat menganga. Ada banyak sekali. Sementara cerukan gunung di ujung kiri tampak lebih panjang mungkin di sisi itulah puncak gunung ini berada. Warna coklat kehijauan, kokoh dan membentengi kawah.

Trek pendakian menuju ke Kawah & Bunderan
Sesekali menghela nafas dan mengatur jejak langkah. Saya masih bersemangat untuk menuju ke hutan mati. Saya beristirahat sebentar setelah menaiki jalur agak menanjak. Tepat setelah posko ojek masyarakat lokal, terdapat gazebo kecil di atasnya. Disana saya beristirahat sebentar. Salam sapa sebentar dengan pengunjung lainnya yang juga beristirahat. 10 menit berlalu, saya melanjutkan perjalanan. Jalur menurun sedikit saja, lalu menanjak lagi. Sampailah saya di bunderan alias pertigaan. Saya mengambil jalan ke kiri mengarah ke hutan mati. Kalau mengambil arah ke kanan akan lebih jauh lagi jaraknya menuju ke Ghober Hoet. Bisa selisih sejam sendiri jika memilih jalur ke kanan.Jalanan setapak mulai terus menanjak. Sebelah kiri areal kawah masih mengepul asapnya. Sebenernya saya mencari-cari keberadaan Danau Kawah Biru namun tidak menemukan jalur mengarah kesana. Kalau diperhatikan, di seberang sana ada semacam cerukan di sebelah kawah. Bisa jadi itu tempatnya meski kurang yakin juga. Saya memperhatikan jalur setapaknya memang terlihat seperti garis tapak yang bekas dilewati, namun entah bercabang dimana untuk menuju kesana. 
Trek menuju ke Hutan Mati


Saya terus melanjutkan perjalanan ke atas. Melewati varietas pohon cantigi di kanan kirinya. Pohon ini tumbuh meninggi sekitar dua hingga tiga meter. Sepi, hanya satu-dua orang yang lewat. Makin naik ke atas. Terasa juga ngos-ngosan melewati anak tangganya. Akhirnya saya mencapai atasnya. Dan memasuki areal hutan mati yang menyajikan warna putih dan bekas pohon cantigi yang terbakar. Menyisakan batang pohon yang masih menancap di dalam tanah. Ini alami sekali kawan. Arealnya pun cukup luas. Kalau tidak salah, ini lukisan alam bekas letusan 2002. Kepulan asap atau kabut terbang di atas pepohonan gunung.

Hutan Mati

Disini saya bertemu beberapa pengunjung yang hendak kemah ke Pondok Saladah. Kalau di peta, Pondok Salah bersebelahan dengan hutan mati letaknya. Tidak terlalu jauh jaraknya. Saya mengabadikan foto dan momen sebentar di hutan mati. Sembari berjalan, terus mengarahkan kaki menuju Pondok Saladah. Lurus terus ke depan lalu berbelok ke arah kanan. Disini, tumbuhan pakis dan pohon-pohonnya lebih rapat. Suasana gelap nan sepi pun terasa sekali. Setelah berjalan, terus mengikuti jalurnya, akan menemukan arah ke Pondok Saladah. Akan mulai banyak tumbuhan edelweiss dan tumbuhan khas ketinggian lainnnya. Betul saja tak jauh, sampai juga saya di Pondok Saladah. Sebuah area tanah lapang yang luas. Tempat para pendaki mendirikan tenda untuk bermalam sebelum melihat sunrise di Tegal Alun, ladang edelweiss terbesar di Asia Tenggara.

Pondok Saladah
Di Pondok Saladah, ada banyak warung berjejeran. Jadi cukup tenang sekali kalau mau istirahat dan ngemil makan disana. Ada sumber air yang memadai, toilet dan musholla. Banyak tenda sudah berdiri disana. Pengunjung bercengkerama dengan teman-kawan pendakiannya. Kita bisa pula menyewa tenda disana atau memakai jasa porter yang ditawarkan warga lokal. Saya makan bubur kacang ijo dan gorengan sebentar. Lalu berkeliling di sekitaran area itu. Mengambil foto dan momen. Menghirup udara segar dan sharing dengan penjual warung. Ia banyak melihatkan foto galaksi bimasakti yang cukup keren dipotret dari lokasi itu. Menceritakan banyak hal tentang area disana, seperti padang savana yang kala musim kemarau menjadi lokasi kawin macan-kumbang atau hewan penghuni hutan Papandayan. Ia pun menceritakan kalau sekarang jarang pendaki yang ke puncak sebab jalurnya sudah sulit dilalui. Paling kebanyakan pendaki menuju ke Tegal Alun atau melihat sunrise di Ghober Hoet.

Trek dari Hutan Mati menuju Pondok Saladah
Vibes Papandayan memang asyik sekali. Suatu saat saya akan kembali dan camping di gunung ini. Tak lama, saya pun bergegas untuk pulang jam tiga kurang. Kabut mulai turun di antara semak-pohon di punggungan gunung yang masih rapat dengan tumbuh-tumbuhan. Sampainya di hutan mati, pengunjung masih ramai berpencar berfoto-foto disana. Saya singgah sebentar lalu melanjutkan turun ke bawah. Selama di perjalanan turun, saya banyak bertemu pengunjung yang baru akan naik ke atas. Saya pun menyemangati mereka yang terlihat sudah kelelahan ketika melewati anak tangga dan jalur pendakian. Satu jam lebih, saya pun tiba di pos pendakian awal. Wahhhh seru sekali mendaki tektok di gunung ini. Mata yang selalu dimanjakan dengan pemadangan yang sangat indah dan alami. Semoga saja saya bisa balik lagi ke Taman Wisata Alam Gunung Papandayan!
Kawah Papandayan yang memencar dimana-mana

Share:

favehotel Cilacap Kenalkan Menu "MABAR NUSANTARA"

Bagi pencinta kuliner, menikmati hidangan lezat bersama keluarga, teman dan kerabat kerja menjadi suatu kekhasan tersendiri dan paling dinanti. Bulan Agustus 2022 lalu, favehotel Cilacap menghadirkan paket bertiga, berenam dan berkelipatan dengan menu seafood ala pedesaan dalam tajuk MABAR NUSANTARA (Makan Bareng Menu Nusantara).


Tema Nusantara dipilih karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan hasil laut maritim yang melimpah. favehotel Cilacap juga menawarkan “archipelago taste” atau selera nusantara yang disajikan untuk porsi makan tengah/beramai-ramai diatas meja seperti cumi hitam yang ditumis lalu diberi tambahan cabai hijau dan kecap manis. Kudapan ini mempunyai cita rasa yang gurih, manis dan asin. Ada pula ikan gurame yang digoreng kering dengan baluran tepung dan bumbu rempah nusantara. Menu istimewa lainnya adalah ikan layur khas Cilacap yang digoreng kering dengan rasa asin dan gurih dicocol berbagai macam sambal, tempe goreng, oseng kangkung, dan dilengkapi nasi putih. Cita rasa nusantara yang dihadirkan adalah kolaborasi cita rasa sunda dan jawa dalam sajian lezat untuk pilihan menu porsi bertiga, berenam dan kelipatannya. Harga yang dipatok pun cukup hemat yakni Rp 225.000 untuk 3 porsi. Dan pengunjung bisa memesannya di Lime Resto lantai 2 favehotel Cilacap.

Rasanya enak banget, sering-sering nih favehotel bikin menu kaya gini”, testimoni Ibu Beti Dinas Perikanan Cilacap setelah mencicipi sajian Mabar Nusantara.



















Menu Mabar Nusantara dapat dipesan langsung di lime restaurant lantai 2 favehotel Cilacap dari jam 10 pagi hingga 10 mlam atau hubungi nomor official favehotel Cilacap +622825390555 (tersedia di WA).

Tentang favehotel Cilacap

Terletak hanya beberapa menit dari stasiun kereta dan bandara, favehotel Cilacap menawarkan akses mudah ke lokasi industri Pertamina, Semen Dynamix, PLTU, serta Pantai Teluk Penyu dan lokasi wisata lainnya. Dilengkapi dengan 161 kamar, hotel ini menyediakan fasilitas lengkap termasuk kolam renang, minimarket, restoran dan Skylounge Rooftop Bar bagi tamu yang ingin menikmati pemandangan laut. Untuk wisatawan bisnis, favehotel Cilacap menyediakan ballroom terbesar di Cilacap dengan kapasitas hingga 1000 orang - cilacap.favehotels.com.




-Tentang favehotels-

Pemimpin dalam akomodasi budget (dan acara kecil), favehotels adalah portofolio merek terbesar dari Archipelago International, dengan lebih dari 60 hotel yang beroperasi untuk menyambut tamu di Langkawi - Malaysia hingga ke Papua. favehotels menawarkan nilai luar biasa bagi semua orang yang menginginkan hotel yang sederhana, bersih, dan nyaman di lokasi terkemuka dengan standar kualitas tinggi dan layanan terbaik, itulah sebabnya favehotel terus berkembang dan tetap menjadi favorit semua orang. favehotels.com.

About Archipelago

Southeast Asia's largest privately owned hotel management group, operating more than 150 hotels, with a further 200 hotels under development across Southeast Asia, the Caribbean and the Middle East. A trusted hotel company with a long track record and more than 30,000 rooms operating or under development in over 60 destinations with award-winning brands including ASTON, Collection by ASTON, Alana, Huxley, Kamuela, Harper, Quest, NEO, favehotels, Nordic and powered by ARCHIPELAGO. archipelagointernational.com.

Media Enquiries:
  • Your name              : Prastio Andi Prayogi
  • Your title                 : Senior Sales Executive
  • Your hotel name     : favehotel Cilacap
  • Email address        : cilacapse@favehotels.com
  • Mobile number       : +6287821803905

Share:

Agustus 14, 2022

Malam Senin di Bulan Agustus

@popartjakarta2022

Hai, ini aku seorang yang kini khawatir akan dirinya. Bagaimana tidak. Umurnya sudah lebih seperempat abad. Sudah hampir tiga dasawarsa. Ia lantas belum tahu akan seperti apa jalan ceritanya. Padahal sejatinya ia memang tidak akan pernah tahu sama seperti para lakon lainnya di belahan bumi manapun.

Aku yang dulu berambisi ini itu. Kini sekadar bisa melakukan aktivitas kesibukan di akhir pekan. Mondar-mandir ke satu tempat ke tempat lain. Singgah ke sekian tempat. Bertemu kawan lama maupun orang baru. Dulu dengan pongahnya, memandang orang yang menjalani kehidupan dengan nerimo apa adanya sebagai hal yang kurang greget. Nyatanya, aku sekarang seolah mengalaminya. Aku tak lagi berambisi ingin ini itu. Rasanya hidup sederhana yang penting dekat dengan keluarga sudah bahagia. Toh banyak kenikmatan yang berujung membosankan. Bukannya aku kurang bersyukur, namun memang kecukupan itu datangnya dari diri kita sendiri. Meski sering inginnya dinamis.  

Jadi kemarin aku baru saja mengalami kegagalan untuk mendapat beasiswa ke luar negeri. Sebelumnya pula, aku gagal meraih nilai yang mumpuni di ujian SKD ASN. Selisih 5 poin saja memang untuk bisa maju ke SKB. Ya namun memang belum jalannya saja untuk kesana. Bukankah dulu kamu ingin untuk bekerja pindah kesana dan kemari. Sekarang dikabulkan toh. Sedari lahir di Sidempuan, lantas pindah ke Purwokerto untuk lanjut SMA, bekerja di Bintaro Sektor 9, lanjut ke Batam dan Pulau Posek bersama ENJ, lalu bekerja kembali di Ciracas, sempat ke Kutai Barat, Subang, Batang, dan kini di Karawang. Selain itu bukankah sudah banyak kota dan tempat yang sudah disinggahi meski hanya sekadar untuk berlibur atau menenangkan diri dari kesibukan.

Yuk bisa, khawatir boleh saja. Tapi semua akan ada jalannya. Jangan lama dan keseringan melihat pencapaian orang lain. Bukankah kamu juga sudah cukup awesome bisa pergi kemana-mana yang mungkin orang lain ingin pergi ke tempat itu. 

Kini aku sedang berada di angkot Cikampek menuju ke Cilamaya. Beruntung sekali bukan, kamu masih bisa pergi-pergi. Bertemu keluargamu meski libur hanya sehari seminggu. Lihat di luaran sana. Banyak yang tidak seberuntung kamu. Yang harus mengais rezeki di malam hari seperti supir angkot yang kamu naiki. Ibu paruh baya yang harus belanja ke pasar untuk bisa berjualan esok hari. Bersyukurlah banyak. Sekarang kamu sedang ditempa untuk menjadi kuat dan tetap melihat orang-orang di bawah.

Tak usah risau dengan hari esok. Namun tetap saja. Kekhawatiran itu sering hadir. Khawatir akan jodoh dan rezeki. Astahgfirullah. Padahal semuanya telah digariskan. Yuk kurang-kurangi resah dan gundah. Mending fokus dengan apa yang sedang dijalani sekarang. Perihal itu, biarkan saja Tuhan yang menuntaskan garisan takdirnya. Yang penting tetap berusaha dan berdoa. Sembahyang lima kali sehari. Bersedekah. Berpuasa. Ibadah tetap yang utama.

Bahkan tadinya aku khawatir angkot ini tidak akan sampai ke Cilamaya karena sedikitnya sisa penumpang. Sebab kebanyakan penumpang biasanya turun di pantura atau sebelum Pasar Gempol. Nyatanya kekhawatiran itu terselamatkan dengan takdir Tuhan. Ada nenek paruh baya dan bapak yang turun sekitaran Cilamaya. Lihat, Tuhan itu Maha Baik kan. Selalu saja memudahkan urusanmu. Tapi kau selalu teledor untuk bersyukur dan khawatir akan hidupmu.

Baiklah. Aku hendak turun sebentar lagi. Kita sudahi kegelisahan malam ini. Esok senin banyak deadline pekerjaan. Semoga hidupmu baik dan bahagia ya.
Share:

Juli 04, 2022

Awal Penantian


Penantian kian menuju kenyataan. Awal Juli mendapat sekilas jawaban. Aku tidak tahu bagaimana, kapan dan dimana. Yang aku yakin, suatu hari kan sampai. Kian hari, yakin akan berjumpa. Menyemai kisah dan kasih. Merajut cinta dan bahagia.

Kamu berhak bahagia. Aku kan berusaha membuatmu bahagia. Kau yang terindah. Izinkan aku dapat menjagamu. 

Untukmu yang kelak menemani jiwa dan raga ini. Teruntuk kamu yang hari ini bersinar. Terima kasih telah hadir di jalanku. Dimana pun kamu hari ini, jaga diri dan teruslah berarti. Jalanku kini juga jalanmu. Jalan kita berdua. 

Dahulu persimpangan banyak telah ku tempuh. Aku teramat bersyukur akhirnya bertemu denganmu. Aku beruntung memilikimu. Tuhan Maha Baik membuat kisah manusia. Aku dan kamu, kita berjumpa di persimpangan ini.

Aku yang dulu merasa sepi, sendiri dan sunyi. Hadirmu membuatku merasa damai dan nyaman. Jika aku tidak sempurna, ku mohon terima lah kekurangan diri. Maafkan aku jika membuatmu marah, sedih dan kecewa. Tolong juga aku untuk terus belajar mengerti dan memahami. Bantu dan kuatkan aku jika nanti merasa lemah tak berdaya. 

Aku bukan manusia yang hebat. Bukan pula seperti apa yang kau harap. Tapi sabarkan aku dengan kata manismu. Mohon doakan aku setidaknya seperti yang kau mau. Aku membawa kita ke jalan yang lurus hingga ke alam abadi. Semoga dipertemukan kembali.

Kelak kita akan berpisah di suatu persimpangan lainnya. Maafkan aku jika meninggalkanmu sendiri. Jangan bersedih dengan perpisahan nanti. Kisah kita abadi di takdiri Tuhan. 

Cinta di dunia dapat hilang. Orang-orang yang kita cintai dapat pergi dan juga hilang. Hilang kembali menghadap Tuhan. Aku dan kau, kita akan pergi tuk kembali.


Share:

Instagram